Jumat, 22 Desember 2023

Faktor Permintaan dan Faktor Keragaman dalam Perencanaan Ketenagalistrikan
Diposting oleh aktivitas kelas
Demand Factor adalah rasio (perbandingan) dari the maximum coincident demand dari sebuah sistem, atau bagian dari sistem, dengan the total connected load:
Demand Factor = Maximum demand (peak load) / Total connected load
The demand factor selalu bernilai < =1 or < =100%
The lower the demand factor, the less system capacity required to serve the connected load.
Contoh demand factor:
(1) A residence consumer has 10 no’s lamp of 400 W but at the same time It is possible that only 9 No’s of bulbs are used at the same time. Here total connected load is 10×40 = 400 W. Consumer maximum demand is 9×40=360 W. Demand Factor of this Load = 360/400 = 0.9 or 90%.
(2) One Consumer have 10 lights at 60 Kw each in Kitchen, the load is 60 kW x 10 = 600 kW. This will be true only if All lights are Turns ON the same time (Demand factor=100% or 1). For this Consumer it is observed that only half of the lights being turned ON at a time so we can say that the demand factor is 0.5 (50%). The estimated load = 600 kW x 0.5 = 300 kW.
Diversity Factor is rasio (perbandingan) dari penjumlahan maximum demands dari setiap individu dari berbagai sub sistem dari sebuah sistem dengan maximum demands dari seluruh sistem.
Diversity Factor = Sum of Individual Maximum Demands / Maximum Demand of the System.
The diversity factor selalu bernilai >= 1 atau >= 100% karena jumlah maximum demand setiap individu lebih besar dari maximum demand dari sistem.
Greater the diversity factor, lesser is the cost of generation of power.
Contoh diversity factor:
One Main Feeder have two Sub feeder (Sub Feeder A and Sub Feeder B), Sub Feeder-A have demand at a time is 35 KW and Sub Feeder-B have demands at a time is 42 KW, but the maximum demand of Main Feeder is 70 KW.
Total individual Maximum Demand =35+42=77 KW. Maximum Demand of whole System=70 KW
So Diversity factor of The System= 77/70 =1.1
Coincidence Factor is the ratio of the maximum demand of a system, or part under consideration, to the sum of the individual maximum demands of the subdivisions.
The reciprocal of diversity factor is coincidence factor.
Coincidence factor = Maximum demand / Sum of individual maximum demands
Expressed as a percentage (%) or a ratio less than 1.
Biaya modal pembangkit listrik tergantung pada kapasitas pembangkit listrik. Semakin rendah permintaan maksimum pembangkit listrik, semakin rendah pula kapasitas yang dibutuhkan dan oleh karena itu semakin rendah pula biaya modal pembangkit tersebut.
Dengan jumlah konsumen tertentu, semakin tinggi faktor keragaman muatannya, semakin kecil kapasitas pembangkitan yang dibutuhkan dan akibatnya biaya tetap akibat penanaman modal akan jauh berkurang.
Demikian pula faktor permintaan yang lebih tinggi berarti lebih banyak beban rata-rata atau lebih banyak jumlah unit yang dihasilkan untuk permintaan maksimum tertentu dan oleh karena itu biaya keseluruhan per unit energi listrik yang dihasilkan berkurang karena distribusi biaya tetap yang sebanding dengan permintaan maksimum dan tidak bergantung pada jumlah unit yang dihasilkan.
Oleh karena itu, perusahaan utilitas harus selalu berusaha meningkatkan faktor beban serta faktor keragaman. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan mendorong konsumen untuk menggunakan energi listrik di luar jam sibuk dan pengenaan tarif yang lebih rendah untuk skema tersebut.
Sumber:
https://www.sanjaysah.com.np/2017/08/demand-factor-diversity-factor.html
https://web.pln.co.id/statics/uploads/2023/05/Statistik-PLN-2022-Final-2.pdf
Rabu, 10 Februari 2016

Mengenal Tariff Adjustment
Diposting oleh aktivitas kelas
Dengan mekanisme ini diharapkan terciptanya kelangsungan pengusahaan penyediaan tenaga listrik, peningkatan mutu pelayanan kepada konsumen, peningkatan rasio elektrifikasi, dan mendorong subsidi listrik yang lebih tepat sasaran serta penerapan penyesuaian tarif tenaga listrik (tariff adjustment) untuk beberapa golongan pelanggan tertentu.
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014, mulai 1 Januari 2015 terdapat 12 (dua belas) golongan pelanggan tarif non subsidi yang akan diterapkan tariff adjustment, yaitu : (1) Rumah Tangga R-1/TR daya 1.300 VA, (2) Rumah Tangga R-1/TR daya 2.200VA, (3) Rumah Tangga R-2/TR daya 3.500VA s.d 5.500VA, (4) Rumah Tangga R-3/TR daya 6.600VA keatas, (5) Bisnis B-2/TR, daya 6.600VA s.d 200kVA, (6) Bisnis B-3/TM daya diatas 200kVA, (7) Industri I-3/TM daya diatas 200kVA, (8) Industri I-4/TT daya diatas 30.000kVA, (9) Kantor Pemerintah P-1/TR daya 6.600VA s.d 200kVA, (10) Kantor Pemerintah P-2/TM daya diatas 200kVA, (11) Penerangan Jalan Umum P-3/TR dan (12) Layanan khusus TR/TM/TT.
Perubahan tarif listrik tergantung dari biaya penyediaan listrik oleh PT PLN yang dipengaruhi oleh tiga (3) faktor yaitu (1) harga bahan bakar; (2) nilai tukar rupiah; dan (3) inflasi bulanan. Apabila biaya penyediaan listrik naik maka tarif listrik juga naik, demikian juga sebaliknya.
Dengan diterbitkannya kedua peraturan ini maka diharapkan masyarakat mendapatkan manfaat berupa pelayanan tenaga listrik yang semakin baik.
Senin, 20 April 2015

Waste to Energy (WtE) -Dukungan Pemerintah
Diposting oleh aktivitas kelas

Dengan adanya fasilitas WTE ini akan memberikan nilai yang sangat tinggi dalam berkontribusi melawan pengaruh pemanasan global (global warming) melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emissions). Diperkirakan sekitar ekuivalen satu ton CO2 yang dapat dikurangi dari setiap satu ton sampah kota yang dikelola melalui kegiatan waste to energy yang diakibatkan dari (1) pengurangan emisi gas metana yang seharusnya akan ditimbulkan dari timbunan sampah; (2) pengurangan emisi CO2 yang seharusnya akan dihasilkan dari penggunaan energy fosil untuk membangkitkan tenaga listrik; dan (3) pengurangan emisi CO2 yang seharusnya akan dihasilkan dari produksi metal. (the US EPA)
WTE masuk dalam kategori sumberdaya terbarukan (renewable resource). Permen ESDM No. 19 tahun 2013 secara jelas menyatakan bahwa pembangkit listrik berbasis sampah kota merupakan pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan berbasis sampah kota. Kriteria utama sebagai sumberdaya yang terbarukan dipenuhi oleh WTE yaitu sumber energinya bersifat lokal (indigenous) dan berkelanjutan (sustainable). Fasiltas WTE mendapatkan energi yang berharga dari sampah setelah proses“reduce, reuse, and recycle” sudah dilakukan baik oleh rumah tangga, pengelola maupun pemerintah.
Fasilitas WtE memiliki kesempatan untuk menghasilkan kredit karbon yang dapat diperdagangkan (certified emission reductions/CERs) melalui mekanismes Clean Development Mechanism. CERs telah dapat diterima secara global sehingga sertifikat yang diterima oleh fasilitas WTE dapat diperdagangkan di seluruh dunia.
Selain itu, WtE sejalan dengan kebijakan nasional dalam pengelolaan sampah dimana sampah sebagaimana diamanatkan oleh UU 18 tahun 2008 maupun PP 81 tahun 2012
Kementerian ESDM mendukung sepenuhnya pemanfaatan WtE dengan terbitnya Permen 19/2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota. Peraturan tersebut pada intinya adalah menetapkan harga jual listrik (feed in tariff) untuk tenaga listrik berbasis sampah kota.
Permen ESDM tersebut menetapkan harga jual listrik yang sangat kompetitif untuk tenaga listrik yang berasal pengelolaan sampah. Butir-butir penting dari Permen dimaksud disusun dalam Tabel 1 sebagai berikut.
Pokok-Pokok Pengaturan Permen ESDM 19/2013 |
Sabtu, 11 April 2015

Ketenagalistrikan Nasional 2014
Diposting oleh aktivitas kelas
- Hingga akhir 2014 menunjukkan total kapasitas terpasang pembangkit 53.585 MW: (1) PLN sebesar 37.280 MW (70%), (2) Independent Power Producer (IPP) sebesar 10.995 MW (20%), (3) Public Private Utility (PPU) sebesar 2.634 MW(5%), (4) Izin Operasi Non BBM (IO) sebesar2.677 MW (5%).
- Konsumsi tenaga listrik rata-rata 199 TWh sedangkan produksi tenaga listriknya 228 TWh (hanya PLN dan IPP).
- Rasio elektrifikasi nasional tercatat sebesar 84,35 persen.
- Pemakaian listrik pergolongan terbesar untuk golongan rumah tangga yaitu sebesar 43%, disusul kemudian dengan industri sebesar 33%, bisnis 18% dan terakhir 6% publik.
- Kondisi Kelistrikan Awal Maret 2015, total sistem kelistrikan di Indonesia terdapat 22 sistem, dengan perincian, enam dalam kondisi normal (cadangan >20 persen), 11 siaga (cadangan <1 unit terbesar) dan 5 defisit (pemadaman sebagian).
- Bauran energi mix untuk pengadaan tenaga listrik. Batubara 52%, Gas 24%, BBM 11,7%, air 6,4%, panas bumi 4,4% dan energi lainnya sebesar 0,4%.
- Untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat yang terus tumbuh, Pemerintah sedang mengupayakan penambahan kapasitas listrik sebesar 7.000 MW per tahun atau 35.000 MW dalam 5 tahun.
- Menurut zona, Sumatera direncanakan sebesar 8,75 GW, Kalimantan 1,87 GW, Sulawesi 2,70 GW, Jawa-Bali 20,91 GW, Nusa Tenggara 0,70 GW, Maluku 0,28 GW dan Papua 0,34 GW.
- Akan dibangun pula jaringan transmisi total diseluruh Indonesia sepanjang 46.597 kms yang terdiri dari: (1) 2.689 kms untuk 70 kV; (2) 33.562 kms untuk jaringan 150 kV; (3)5.262 kms untuk 275 kV; (4) 3.541 kms untuk 500 kV; dan (5) 1.543 kms untuk jaringan 500 kvDC.
Rabu, 08 April 2015

Economics of Electricity (Uraian Singkat)
Diposting oleh aktivitas kelas
Pemahaman mengenai sistem ketenagalistrikan sangat penting untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dari progres perkembangannya. Dalam tulisan SIBernas kali ini akan mengupas dan berbagai informasi mengenai beberapa konsep dasar terkait dengan sistem (dan struktur) ketenagalistrikan. Desiminasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman akan pembangunan energi Indonesai secara keseluruhan dan mendorong terus adanya restrukturisasi industri terkait tenaga listrik.Sistem ketenagalistrikan saat ini berbeda secara signifikan dibanding beberapa dekade yang lalu. Sistem ketenagalistrikan modern telah memisahkan (unbundle) antara sub-sistem pembangkitan dari sub-sistem transmisi, dan sub-sistem distribusi. Pemisahan (unbundling) tersebut dipercaya mampu memberikan pelayanan ketenagalistrikan yang lebih efisien. Joscow (1997) menyatakan bahwa alasan untuk memisahkan sektor pembangkitan adalah karena pembangkitan tenaga listrik tidak lagi natural monopoly sebagai akibat dari perkembangan teknologi.![]()
![]() |
Alternatif Struktur Industri Listrik |

Kompleks Pembangkitan Paiton
Diposting oleh aktivitas kelas
1. Komplek Paiton
- Komplek pembangkitan Paiton (Komplek Paiton) yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur merupakan komplek pembangkitan terbesar di Indonesia dengan total kapasitas sekitar 4.725 MW atau sekitar ±16% dari total kapasitas pembangkit di Jawa-Bali yang mencapai sekitar 29.231 MW. RIncian pembangkit yang berada di komplek Paiton dirinci dalam Tabel 1 sedangkan layout dari Komplek Paiton digambarkan dalam Gambar 1.
No. | Nama Pembangkit | Tahun Operasi | Pemilik | Jenis | Bahan Bakar | Kap. (MW) |
1. | Paiton #1,2 | 1993 | PT. Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) (PLN) | PLTU- Conventional | Batubara | 2x400 (800) |
2. | 18 Maret 2012 | Paiton Energy Company (PEC) | PLTU-Supercritical | Batubara | 1x815 | |
3. | Paiton #5,6 | - | Jawa Power (JP) | PLTU- Conventional | Batubara | 2x610 (1220) |
4. | Paiton #7,8 | 1999 | PEC | PLTU- Conventional | Batubara | 2x615 (1230) |
5. | Paiton #9 (PLTU Jatim 2, Paiton Baru/ FTP2) | 2012 | PJB (PLN) | PLTU- Conventional | Batubara | 1x660 |
Total | 4725 |
Layout Komplek Pembangkitan Paiton |
- PT. Paiton Energy Company (PEC) adalah salah satu perusahaan pembangkit listrik swasta (independent power producer/IPP). PEC dimiliki oleh International Power (40,5%), Mitsui (40,5%), Tokyo Electric Power Company/TEPCO (14%), dan PT. Batu Hitam Perkasa (5%) sebagaimana dalam Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Shareholders PEC |
- PEC saat ini mengoperasikan tiga (3) unit pembangkit yang berada di komplek Paiton dengan total kapasitas mencapai 2,045 MW atau sekitar 43% dari total kapasitas pembangkitan di komplek tersebut (terbesar) atau sekitar 7% dari total kapasitas pembangkit di Jawa-Bali. Ketiga unit pembangkit dimaksud dapat diuraikan dalam Tabel 2 berikut.
Keterangan | Unit 7 dan Unit 8 | Unit 3 |
Kapasitas (MW) | 2x615 | 1x815 |
Tahun Operasi | 1999 | 2012 |
Teknologi | Konvensional | Supercritical |
Off-taker | PT. PLN | |
PPA | 40 tahun | 30 tahun |
Harga Jual Listrik | USD 3,53/kWh | USD 4,3/kWh |
Nilai investasi | -NA- | USD 1,5 miliar |
- PLTU Unit 3 1x815 MW mempunyai arti yang sangat penting, tercatat pembangkit ini merupakan pembangkit super-critical yang pertama di Indonesia dan merupakan yang terbesar di grid Jawa-Bali.
- Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal penting yang perlu diketahui sebagai berikut: (1) Dari total investasi sebesar USD 1,5 miliar, 80% dari biaya tersebut atau sebesar US$ 1,2 miliar diperoleh dari pinjaman JBIC (sebesar 60%) dan dari berbagai Bank komersial Internasional (40%); (2) Pemilihan pengembang untuk Pembangkit PLTU Paiton 3 dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung antara PT. Jawa Power dan PT. Paiton Energi dengan pertimbangan bahwa PLTU Paiton 3 akan menggunakan beberapa fasilitas yang sama (common facilities) dengan PLTU yang dimiliki oleh kedua pengembang tersebut. Mekanisme tersebut sempat dianggap melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat oleh Komisi Persaingan Usaha (KPPU), namun kemudian dapat dimengerti oleh Komisi.

Pemakaian Bersama Infrastruktur Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik
Diposting oleh aktivitas kelas
- Pengaturan mengenai kerjasama antar pemegan izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL). Dimana pemegang wilayah usaha yang terlibat adalah pemegang wilayah usaha yang telah beroperasi yaitu memiliki konsumen dan memiliki pembangkit atau kontrak jual beli tenaga listrik secara curah;
- Mengatur tentang pemanfaatan bersama jaringan transmisi tenaga listrik dimana diatur bahwa usaha transmisi tenaga listrik tidak dibatasi oleh Wilayah Usaha. Selain itu diamanatkan bahwa Badan Usaha Transmisi tenaga listrik wajib membuka kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi tenaga listrik;
- Badan Usaha Distribusi tenaga listrik melaksanakan kegiatan di dalam Wilayah Usaha. Usaha distribusi tenaga listrik juga diminta untuk membuka kesempatan pemanfaatan jaringan distribusinya; dan
- Pemegang Izin Operasi (IO) diberikan kesempatan untuk melakukan interkoneksi dengan jaringan tenaga listrik milik pemegang izin usaha tenaga listrik (IUPTL).